TUGAS
MATA KULIAH
BOTANI
LAUT
(Reproduksi
Mangrove)
Oleh :
ZUFITA KHAIRANI
26020215130069
PROGRAM
STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAH SWT, marilah kita
panjatkan puja puji syukur kehadirat-Nya karena atas rahmat, hidayat, serta
karunia dari – Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai Reproduksi
Mangrove.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga saya dapat membuat makalah ini dengan lancar. Oleh karena itu, saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah Reproduksi Mangrove ini menjadi lebih baik.
Saya berharap adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi lingkungan sekitar. Amin.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga saya dapat membuat makalah ini dengan lancar. Oleh karena itu, saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah Reproduksi Mangrove ini menjadi lebih baik.
Saya berharap adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi lingkungan sekitar. Amin.
Semarang, 14 April 2016
Zufita Khairani
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang terkumpul dari
mangrove minor, mayor, dan mangrove asosiasi, Ekosistem mangrove tumbuh pada
substrat lumpur berpasir serta masih terkena efek pasang surut air laut. Ekosistem
mangrove kurang adaptif dengan lingkungan dengan kadar garam tinggi sehingga
dia masih membutuhkan air tawar dan memiliki cara adaptasi sendiri untuk
mempertahankan hidupnya. Kebanyakan dari kita masih menganggap sama mengenai
arti ekosistem mangrove dengan bakau, sebenarnya bakau merupakan individu yang
termasuk dalam ekosistem mangrove.
Mangrove memiliki banyak fungsi bagi
kelangsungan ekosistem disekitarnya. Lingkungan sekitar ekosistem mangrove
merupakan habitat ikan laut yang sangat baik, selain terlindung dari besarnya
ombak laut juga memiliki nutrien yang cukup bagi anak ikan. Mangrove juga
memiliki fungsi besar terhadap fungsinya sebagai pelindung ombak penyebab
abrasi di pantai.
Banyaknya fungsi dan kegunaan
mangrove merupakan memotivasi saya untuk mempelajari bagaimana cara memperbanyak
mangrove serta mempelajari reproduksi yang dilakukan mangrove. Makalah ini akan
membahas mengenai gambaran serta perbedaan dari reproduksi mangrove vivipari
dan kriptovivipari.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
proses reproduksi mangrove secara vivipari dan kriptovivipari?
2. Apa
perbedaan dari kedua reproduksi tersebut?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
apa itu ekosistem mangrove
2. Mengetahui
cara reproduksi mangrove secara vivipari dan kriptovivipari
3. Mengetahui
perbedaan dari reproduksi mangrove secara vivipari dan kriptovivipari.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ekosistem
Mangrove
Ekosistem
mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Mangrove banyak di jumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran
ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang
memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan
vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang
terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini
tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat
bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 (delapan) famili, dan terdiri atas 12 (dua belas) genera
tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhyzophora, bruguiera, Ceriops,
Xylocarpus, Lumnitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan
Conocarpus (Bengen, 2002)
2.2 Fungsi
Ekologi Ekosistem Mangrove
Mangrove
merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai peran penting dalam upaya
pemanfataan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut, yaitu sebagai penyambung
ekologi darat dan laut, serta gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan,
seperti abrasi, gelombang dan badai. Mangrove memiliki fungsi sebagai
Bioekologis atau unsur vital penyeimbang makhluk hidup, memiliki fungsi
konservasi sebagai pelindung pantai, serta fungsi sosial ekonomi sebagai tempat
wisata.
Ujung
Kulon Conservation Society (2010) menyebutkan beberapa fungsi hutan mangrove
secara ekologis, diantaranya fungsi fisik dan fungsi biologis. Fungsi fisik,
menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi (abrasi)
dan intrusi air laut, peredam gelombang dan badai, penahan lumpur, penangkap
sedimen, pengendali banjir, mengolah bahan limbah, penghasil detritus,
memelihara kualitas air, penyerap CO2 dan penghasil O2. Disamping itu juga
merupakan penyangga kehidupan sumberdaya ikan, karena ekosistem mangrove
merupakan daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground)
dan daerah mencari makan (feeding ground) (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2009).
Menurut
Bengen (2001), mangrove akan hidup pada darah sebagai berikut : 1. Tumbuh pada
daerah intertidal yang tanahnya berlumpur atau berpasir. 2. Menerima pasokan
air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air, atau air tanah) yang
berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara, dan lumpur.
3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air payau dengan
salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 33 ppm.
Pada
dasarnya berbagai kondisi lingkungan ekstrim yang meliputi lingkungan, tanah jenuh air, kurangnya
oksigen, dan radiasi sinar matahari serta suhu yang tinggi akan menyebabkan
terganggunya metabolisme tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan
rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan tumbuhan mangrove. Namun, hutan
mangrove dapat tumbuh baik pada kondisi tersebut karena mampu beradaptasi
dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup.
Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun.
2.3 Tipe
Vegetasi Mangrove
Menurut
Noor et al.,(1999), tipe vegetasi mangrove terbagi atas empat bagian antara
lain : a) Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan
laut. b) Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona
terbuka. c) Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair
payau hingga air tawar. d) Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan
payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.
2.4 Zonasi
Persebaran Mangrove
Formasi
hutan mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis
pohon pedada dan api-api sebagai pionir yang memagari daratan dari kondisi laut
dan angin. Jenis-jenis ini mampu hidup di tempat yang biasa terendam air waktu
pasang karena mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah
ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora sp). Daerah ini tidak
selalu terendam air. Pohon tancang tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi
laut, ke arah daratan. Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali
terendam air yaitu pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi
dari biasanya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman terhadap
salinitas, pasang-surut dan keadaan tanah. Kondisi tanah mempunyai kontribusi
besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan
spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Api-api dan pedada tumbuh
sesuai di zona berpasir, mangrove cocok di tanah lembek berlumpur dan kaya
humus sedangkan jenis tancang menyukai tanah lempung dengan sedikit bahan
organik. Keadaan morfologi tanaman, daya apung dan cara penyebaran bibitnya
serta persaingan antar spesies, merupakan faktor lain dalam penentuan zonasi
ini.
Gb.
Zonasi Persebaran Mangrove
2.5
Faktor Lingkungan Mangrove
A. Fisiografi
pantai
Fisiografi pantai dapat
mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada
pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika
dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai
menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi
spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi
dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal me nyulitkan
pohon mangrove untuk tumbuh.
B. Pasang
Pasang
Yang terjadi di kawasan
mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi
dengan ekosistem mangrove .antara air tawar dengan air laut mempengaruhi
distribusi vertikal organisme. Mangrove memiliki jenis yang berbeda beda, jenis
yang berbeda tadi juga memiliki kemampuan diri mengenai pasang surut air laut.
C. Gelombang
dan Arus .
Gelombang dan arus
dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang
memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami
abrasi sehingga terjadi pe ngurangan luasan hutan. Gelombang dan arus juga berpengaruh
langsung te rhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora
terbawa gelombang dan arus sampai me nemukan substrat yang se suai untuk
menancap dan akhirnya tumbuh. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung
terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara
sungai. Terjadinya se dimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan
substrat yang baik untuk me nunjang pertumbuhan
D. Iklim
Mempengaruhi
Perkembangan tumbuhan
dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap
pertumbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Cahaya
berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur
fisik mangrove. Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day
plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk
hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove . Laju
pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih
kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya .
Cahaya berpengaruh
terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar ke lompok
(gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari
lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol. Jumlah curah
hujan dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove . Suhu juga berperan penting dalam proses fisiologis
(fotosintesis dan respirasi optimal pada suhu 21-26°C.
Angin mempengaruhi
terjadinya gelombang dan arus laut. Angin merupakan agen polinasi dan
diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan
mangrove. Salinitas juga berpengaruh terhadap mangrove, dibutuhkan mangrove
untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove ,hal ini terkait dengan
frekuensi penggenangan . Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari
cuaca panas dan dalam keadaan pasang . Salinitas air tanah lebih rendah dari
salinitas air.
BAB
III
PEMBAHASAN
Mangrove hampir tidak
memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya.
Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut
air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis
flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga
dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis
mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah
sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling
dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah Bakau (Rhizophora), Tengar
(Ceriops) atau Kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan
mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada
tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di
lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada
bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke
tempat-tempat jauh. Sedangkan Buah Nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya
sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah Api-api, Kaboa
(Aegiceras), Jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di
pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak
pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon
itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul
seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga
berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat
bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant)
berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang
cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah
perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam
dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan
menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Kriptovivipari dan Vivipari adalah tipe biji yang terdapat pada
mangrove. Kalau Kriptovivipari artinya
biji telah berkecambah ketika masih melekat pada pohon induk, tetapi masih tertutup
oleh kulit biji. Contohnya pada jenis buah mangroveAvicennia spp dan Sonneratia spp. Sedangkan Vivipari adalah biji telah berkecambah ketika
masih melekat pada pohon induk, dan tidak tertutup/keluar dari kulit biji.
Contohnya pada jenis buahRhizophora spp
dan Bruguiera spp.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hutan
mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang
surut pantai. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal
forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan
bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove.
Istilah 'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan
kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau
Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana.
Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Secara
sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam, adaptasi
terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi reproduktif.Ekosistem
mangrove mempunyai multi fungsi baik secara fisik, biologi/ekologi, maupun
manfaat secara ekonomi
Kriptovivipari dan Vivipari adalah tipe biji yang terdapat pada
mangrove. KalauKriptovivipari artinya
biji telah berkecambah ketika masih melekat pada pohon induk, tetapi masih
tertutup oleh kulit biji. Contohnya pada jenis buah mangroveAvicennia spp dan Sonneratia spp. Sedangkan Vivipari adalah biji telah berkecambah ketika
masih melekat pada pohon induk, dan tidak tertutup/keluar dari kulit biji.
Contohnya pada jenis buahRhizophora spp
dan Bruguiera spp.
4.1 Saran
Mengingat pentingnya fisik mangrove bagi lingkungan serta
sebagai fungsi ekologi ekosistem maka mangrove perlu diperbanyak. Oleh karena
itu, pembelajaran mengenai reproduksi sangat penting agar kita dapat
memperbanyak mangrove dengan baik dan benar. Alangkah baiknya jika mahasiswa
maupun masyarakat pesisir belajar mengenai reproduksi mangrove sejak dini.
Komentar
Posting Komentar