Langsung ke konten utama

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI LAUT Modul III CURAH HUJAN (PRESIPITASI) DAN PENGUAPAN (EVAPORASI)

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN
KLIMATOLOGI LAUT
 Modul III
CURAH HUJAN (PRESIPITASI) DAN PENGUAPAN (EVAPORASI)



Oleh :
Zufita Khairani
26020215130069
Oseanografi B

Asisten Praktikum :
Nabila Alia Pangestu Iskandar           26020214130060
Indah Kurniasari                                 26020214130054
Kaisar Parti Hasudungan                    26020214120012
Aufi Dina Amalina                             26020214120010

Koordinator Praktikum :
Drs. Heryoso Setiyono, M.Si
196510101991030005

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016


LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

No
Keterangan
Nilai
1
Pendahuluan
2
Tinjauan Pustaka
3
Materi dan Metode
4
Hasil dan Pembahasan
5
Penutup
6
Daftar Pustaka
7
Lampiran
Nilai Akhir

Semarang, 1 Mei 2016

Asisten (Modul)



INDAH KURNIASARI
NIM 26020214130054
 
                                                                                              Praktikan



                                                                                          ZUFITA KHAIRANI
                                                                                           NIM 26020215130069

 
                                                               Mengetahui
                                                           Koordinator Praktikum



                                                   Drs. Heryoso Setiyono, M.Si
                                                       196510101991030005



 













I.             PENDAHULUAN

1.1.       Tujuan
1.      Mahasiswa dapat menganalisis data curah hujan dan penguapan
2.      Mahasiswa dapat membuat diagram curah hujan dan penguapan





II.          TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Pengertian Presipitasi
Presipitasi atau yang disebut juga curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Dalam penjelasan lain curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka curah hujan yang bervariasi dikarenakan daerahnya yang berada pada ketinggian yang berbeda-beda. (Suharyono, 2011) Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter termpat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air setinggi 1 liter. (Nasution, ‎2010)
Menurut Arifin (2010), curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran dan peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti air hujan pada bidang seluas 1 m2 berisi 1 liter. Unsur-unsur hujan yang harus diperhatikan dalam mempelajari curah hujan ialah jumlah curah hujan, dan intensitas atau kekuatan tetesan hujan.
Sedangkan menurut Handoko (1994), curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan curah hujan adalah millimeter atau inci.
Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim selain suhu, kelembapan, radiasi matahari, evaporasi, tekanan udara, dan kecepatan angin. Hujan adalah air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikel-partikel air di langit. Jumlah curah hujan diukur sebagai volume air yang jatuh di atas permukaan bidang datar dalam periode tertentu, yaitu harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Tinggi air ini umumnya dinyatakan dengan satuan millimeter (Nawawi, 2001).
Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 (satu) milimeter atau tertampung air sebanyak 1 (satu) liter atau 1000 ml. Presipitasi didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. (Tjasjono, 2004).

2.2.       Pengertian Evaporasi
Menurut Soemarto (1986), Evaporasi adalah proses penguapan air laut oleh karena panas terik matahari. Evaporasi adalah penguapan yang terjadi dari permukaan (seperti laut, danau, sungai), permukaan tanah (genangan di atas tanah dan penguapan dari permukaan air tanah yang dekat dengan permukaan tanah), dan permukaan tanaman (intersepsi). Laju evaporasi dinyatakan dengan volume air yang hilang oleh proses tersebut tiap satuan luas dalam satu satuan waktu; yang biasanya diberikan dalam mm/hari atau mm/bulan. Evaporasi sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatologi, meliputi radiasi matahari (%), temperatur udara (ºC,  kelembaban udara (%), kecepatan angin (km/hari). (Triatmodjo, 2008)
Menurut Soedibyo (2003), Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air adalah dua unsur utama dari proses evaporasi. Evaporasi dapat terjadi pada tubuh perairan (seperti laut, sungai, danau, waduk) permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan (disebut transpirasi), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kelambatan evaporasi dan transpirasi disuatu kawasan ada bermacam-macam antara lain : temperatur air dan udara, kelembaban udara, kecepatan tiupan angin, tekanan udara, intensitas sinar matahari, dan lain-lain. Kombinasi antara proses evaporasi dan transpirasi merupakan evaporasi total (evapotranspirasi) yang juga disebut dengan Consumtive use.
Evaporasi adalah peristiwa perubahan air atau es menjadi uap dan naik ke atmosfir, peristiwa tersebut berlangsung dari semua permukaan, misalnya permukaan tubuh perairan, permukaan tanah, permukaan vegetasi, persawahan dan lain-lain. Kecepatan evaporasi tergantung dari : suhu, kecepatan angin dan tekanan udara. (Suharyono, 2011)

2.3.       Siklus Presipitasi
Presipitasi pada pembentukan hujan, salju dan hujan batu (hail) yang  berasal dari kumpulan awan. Awan-awan tersebut bergerak mengelilingi dunia, yang diatur oleh arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan tersebut bergerak menuju pegunungan, awan-awan tersebut menjadi dingin, dan kemudian segera menjadi jenuh air yang kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan,s alju, dan hujan batu (hail), tergantung pada suhu udara sekitarnya. (Soedibyo, 2003).
Presipitasi, butiran-butiran air mikro dalam awan menjadi dinamis ketika ditekan oleh angin, sehingga menyebabkan bertabrakan. Tabrakan antar butir ini menyebabkan terjadinya curahan. Jenis curahan dipengaruhi oleh temperatur pada iklim suatu daerah, dapat berwujud air ataupun salju, atau dimungkinkan terjadi hujan es apabila suhu memungkinkan. (Suharyono, 2011)
Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh. (Linsley, 1996)

2.4.       Siklus Evaporasi
Menurut Suharyono (2011), Evaporasi merupakan faktor penting dalam siklus hidrologi, evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuk tanaman. Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas dan air mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan dan hal ini juga akan berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh matahari dan terlindungi dari sinar matahari.
Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus-menerus tiada henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka timbul panas. Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air dari semua tanah, sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah dan lain-lain dan prosesnya disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada semua tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) (Soedibyo, 2003).

2.5.       Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan
Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi adalah temperatur, tekanan udara, kelembaban nisbi, serta berbagai sebab lain, yang menyebabkan terbentuknya awan, yang selanjutnya, apabila keadaan memungkinkan, akan terjadi hujan. Istilah presipitasi meliputi segala bentuk curahan yang berasal dari awan seperti: air dan salju. (Suharyono, 2011)
Menurut  Suroso (2006),  7 faktor yang mempengaruhi curah hujan adalah sebagai berikut:
§  Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
§  Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi.
§  Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
§  Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
§  Hubungan dengan deretan pegunungan, hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di Indonesia adalah angin Brubu.
§  Perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
§  Luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil, karena perjalanan uap air juga akan panjang.

2.6.       Hubungan Presipitasi, Evaporasi, Curah Hujan dengan Parameter Oseanografi
Menurut Soedibyo (2003) , Parameter utama dalam oseanografi umum antara lain parameter fisika (suhu, arus, gelombang, dan pasang surut), dan parameter kimia (salinitas, dan oksigen terlarut). Parameter tersebut merupakan penentu karakteristik lautan yang paling utama dimana suhu mencerminkan kondisi cuaca dan iklim pada perbedaan penerimaan intensitas cahaya matahari di darat maupun di laut, arus menentukan kondisi pergerakan massa air di lautan, gelombang menentukan arah angin dan kecepatannya di laut, pasang surut menentukan tipe berdasarkan gaya gravitasi bulan dan letak lintang, salinitas menentukan kadar garam dan mineral-mineral dari   proses   sedimentasi   pada   wilayah   tersebut,   serta   DO  (oksigen   terlarut) menentukan bagaimana kadar oksigen pada daerah tersebut.
Hubungan Presipitasi (curah hujan) dengan parameter oseanografi yaitu jika presipitasi tinggi maka dapat diindikasikan bahwa curah hujan tersebut dekat dengan titik penguapan. Presipitasi yang tinggi juga dapat membuktikan tingginya perbedaan suhu antara daratan dengan lautan, membuktikan bahwa suhu lautan jauh lebih tinggi sehingga terjadi penguapan tinggi dan curah hujan ikut meninggi. Semakin tinggi presipitasi menandakan luas lautan lebih besar daripada daratan. (Soedibyo, 2003).
Hubungan Evaporasi (penguapan) dengan parameter oseanografi yaitu jika evaporasi atau penguapan tinggi, itu merupakan bukti bahwa suhu udara di perairan tersebut panas. Jika suhu udara panas, itu merupakan penanda bahwa di wilayah tersebut sedang tersinar matahari, jika lautan terkena sinar matahari maka saat itu memiliki gelombang yang tinggi dan lautan sedang pasang. Ketika lautan tersinari oleh matahari maka lautan akan mengalami penguapan, penguapan dari stau perairan dapat menyebabkan salinitas di perairan tersebut tinggi. Semakin banyak penguapan di lautan maka oksigen terlarut di situ akan semakin rendah DO (oksigen terlarut). Hal itu dapat terjadi karena semakin tinggi suhu semakin tinggi oksigen perairan yang cepat bereaksi dengan zat lain untuk membentuk suatu senyawa yang lebih kompleks, contohnya proses fotosintesis. (Triatmodjo, 2008)







2.7. 
III.      MATERI DAN METODE

3.1.       Materi
Hari / Tanggal    : Senin / 25 April 2016.
Waktu                : Pukul 13.00 WIB s.d. selesai.
Tempat              : Ruang 206 Gedung E, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
                            Universitas Diponegoro, Semarang.

3.2.       Metode
1.      Siapkan data curah hujan dan penguapan bulanan dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang selama periode tahun 2010.
2.      Siapkan kertas mm blok. Buatlah dalam satu lembar kertas tersebut menjadi dua bagian, separuh bagian atas untuk menggambarkan curah hujan dan separuh bagian bawah untuk menggambarkan penguapan.
3.      Untuk menggambarkan curah hujan ke dalam diagram blok, maka buatkan grafik-grafik pada kertas mm blok yaitu garis vertikal arah ke atas untuk jumlah curah hujan bulanan dan garis horizontal untuk fungsi waktu bulanan.
4.      Untuk menggambarkan penguapan  ke dalam diagram blok, maka buatkan grafik-grafik pada kertas mm blok yaitu garis vertikal ke arah bawah untuk jumlah penguapan dan garis horizontal untuk fungsi waktu, yaitu bulanan.



IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.       Hasil
Tabel 4.1.1 Curah hujan dan Penguapan di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang Periode Tahun 2010
No.
Bulan
Jenis data
Curah Hujan (mm)
Penguapan (mm)
1
Januari
412,9
150,7
2
Februari
229,3
167,9
3
Maret
429,5
182
4
April
214,6
154,2
5
Mei
245,9
150,8
6
Juni
272,9
142,8
7
Juli
246,9
150,8
8
Agustus
134,6
182,1
9
September
169,5
178,1
10
Oktober
237,1
165,9
11
November
148,8
137
12
Desember
348,5
137

Total
3091,5
1899,3

4.2.       Pembahasan
Berdasarkan tabel curah hujan dan penguapan di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang Periode Tahun 2010, curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret (429,5 mm) dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus (134,6 mm). Sedangkan, penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus (181,2 mm) dan penguapan terkecil terjadi pada bulan November dan Desember (137,0 mm). Jumlah total curah hujan (3091,5 mm) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah total penguapan (1899,3 mm)
Terjadi anomali pada curah hujan antara bulan Mei hingga bulan Juli. Jika pada umumnya pada ketiga bulan ini sudah memasuki musim kemarau yang memiliki curah hujan yang rendah atau setidaknya mulai menurun,  pada tabel ini, kenyataan yang terlihat justru sebaliknya. Curah hujan bulanan masih tergolong tinggi dan cenderung naik pada bulan Juni.
Pada umumnya Indonesia memiliki  dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Secara umum musim hujan terjadi antara bulan Oktober-Maret dengan puncaknya sekitar bulan Desember sampai Februari, disebabkan Monsun Dingin Asia. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan April-September dengan puncaknya sekitar bulan Juni sampai Agustus, disebabkan Monsun Dingin Australia. Musim di Indonesia selain dipengaruhi oleh Monsun dan pengaruh lokal, juga dipengaruhi oleh adanya fenomena global, diantaranya sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation), sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation), El Nino, La Nina, Indian Ocean Dipole dan lainnya.
Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun. Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia, sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia.
Meskipun musim hujan dan kemarau terjadi secara periodik, tetapi panjang musim dan jumlah curah hujan untuk setiap musim tidaklah selalu sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa musim di wilayah Indonesia tidak hanya dibentuk oleh monsun, tapi dibentuk juga oleh faktor lain yang berinteraksi dengan monsun untuk membentuk musim tersebut. Faktor tersebut bisa jadi merupakan fenomena global yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole.
Selain dapat mempengaruhi tingginya curah hujan, kejadian El-Nino juga berpengaruh terhadap masuknya musim kemarau. Perubahan iklim akan mengakibatkan perubahan pola iklim tahunan seperti terlambatnya awal musim hujan maupun musim kering. Di samping itu periode musim hujan juga diperkirakan akan lebih pendek. Selain ENSO, Terjadi pula gejala penyimpangan iklim yang dihasilkan oleh interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia di sekitar khatulistiwa yang disebut dengan IOD (Indian Ocean Dipole).  Indian Ocean Dipole (IOD) adalah kondisi interaksi laut-atmosfer yang terjadi di samudera hindia tropis. Selama fenomena IOD positif, suhu permukaan laut secara anomali menghangat di Samudera Hindia barat, sedangkan di bagian timur lebih dingin dari normalnya Perubahan pada suhu permukaan laut selama IOD terjadi terkait dengan perubahan medan angin di tengah samudera Hindia ekuator. Sehingga angin bergerak berlawanan dari biasanya barat ke timur selama IOD positif. Selain itu, proses konveksi yang biasanya terjadi di atas Samudera Hindia bagian timur yang menghangat bergerak ke arah barat. Hasil dari kondisi tersebut adalah hujan lebat di Afrika bagian timur dan meninggalkan wilayah Indonesia dengan sedikit hujan, yang kemudian diikuti dengan kekeringan dan hutan yang terbakar. Terkait dengan perubahan angin dan suhu  permukaan laut dan menyerupai fenomena ENSO, kondisi IOD mempengaruhi konveksi di Indonesia dan curah hujan regionalnya
Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika).
Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini dikenal sebagai DM (-).
Tinggi atau rendahnya salinitas air laut dapat mempengaruhi curah hujan. Semakin tinggi salinitas maka penguapan akan semakin besar, penguapan yang besar akan mempengaruhi pertambahan curah hujan suatu wilayah.
Penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus. Hal ini disebabkan karena bulan Agustus merupakan puncak dari musim kemarau. Pada musim kemarau, intensitas semakin rendah sedangkan penguapannya semakin tinggi karena sinar matahari yang jatuh ke permukaan semakin banyak. Total curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan penguapan, hal ini menyebabkan wilayah Semarang tergolong iklim tropis.
Pada praktikum ini, analisis data menggunakan diagram blok. Garis horizontal (fungsi waktu bulanan) membagi dua garis verikal, yaitu vertikal atas untuk curah hujan dan vertikal bawah untuk penguapan. Ini berfungsi untuk pembacaan data antara curah hujan dan penguapan pada bulan tertentu menjadi lebih mudah.


V.               PENUTUP

5.1.       Kesimpulan
1.      Analisis data curah hujan dan penguapan dengan menggunakan diagram blok. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Sedangkan, penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil terjadi pada bulan November dan Desember.
2.      Pada praktikum ini, mahasiswa telah mampu membuat diagram curah hujan dan penguapan.



3.      
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, MS, 2010. Modul Klimatologi. Jawa Timur: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Bogor: FMIPA-IPB
Linsley. 1996. Hidrologi Untuk Insinyur, Erlangga, Jakarta
Nawawi, G. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian. Modul Dasar Bidang Keahlian. Proyek Pengembangan Sistem Standar Pengelolaan SMK. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional.
Soedibyo. 2003. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita, Jakarta.
Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta
Suharyono, Yonatha Alfa. 2011. Perencanaan Embung Kalen Desa Hargosari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. S1 thesis, UAJY
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnak Teknik Sipil, Vol. 3, No.1. Purwakarta : Universitas Jendral Sudirman
Tjasjono, B. 2004. Klimatologi Umum. Bandung: ITB
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset, Yogyakarta.

Komentar

  1. Terimakasih atas informasi komprehensifnya. Isi artikel ini bermanfaat sebagai informasi pendukung dalam budidaya kelautan atau marikultur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya terimakasih kembali dan selamat membaca.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WISATA CURUG SIDOARJO SAMIGALUH, WATU TEKEK, DAN KEDAI KOPI MENOREH “PAK ROHMAT”

WISATA CURUG SIDOARJO SAMIGALUH, WATU TEKEK, DAN KEDAI KOPI MENOREH “PAK ROHMAT”                 Tanggal 15 Januari 2017, sekitar pukul 12.00 kami menuju Wisata Curug Sidoarjo atau yang biasa disebut sebagai “Curug Perawan” oleh warga sekitar. Curug tersebut berada di pegunungan Menoreh, Samigaluh, Kulonprogo, DIY. Rute yang bisa dilalui dari pusat Kota Jogja yaitu : Tugu – ke arah Barat (menuju Kulonprogo) sekitar 20 km – Perempatan Kentheng (perempatan Banjo pertama setelah menyebrangi Kali Progo) ambil ke kanan (arah Timur) – lurus terus sampai ketemu Bangjo Perempatan Ndekso – lurus terus (arah Timur) sekitar 1km ketemu pertigaan Boro – Ambil kiri (arah Barat) menuju Objek Wisata Boro, Kulonprogo – lurus terus ikutin jalan belok dan naik turun sekitar 15 menit akan sampai ketemu percabangan (ada Tanda Panah kok) ambil arah Kanan (naik) – lurus terus naik ke atas sekitar 3 menit nanti kiri jalan ada Gerbang Pintu Masuk Wisata Curug Perawan. Rute ini bukan rute sat

Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricate)

Spektrofotometri, Fosfat, Nitrat, Nitrit

1.       Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar makromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan fototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat yang di gunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan atau absorbansi dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih besar. Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorbsi atomic (Hardjadi, 1990).   Fungsi alat spektrofotometer dalam laboratorium adalah mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang. Prinsip ke