Sampai
di daerah timbulsloko, jalanan mulai gak karuan ; berlubang, penuh air, batu
batu besar. Sampai di daerah demak itu ada pernyataan besar yang aku tanyakan pada alam, “Yang aku
tahu... Sungai itu ada aliran”. Semoga kalian mengerti. Jadi seperti ini, di daerah sana sudah menjadi
langganan Rob pantai utara. Pinggiran jalanan penuh air, menggenang. Bukan....
bukan karena tidak ada sungai. Disana ada sungai.. Banyakk !!! sayangnya sudah dangkal
bahkan tak layak di sebut sungai. Disana juga banyak sungai yang tak dangkal,
lalu kenapa bisa air tetap menggenang?. Jadiiiii sungai disana tidak ada
aliran, alur sungai menuju hilir terhambat sampah. Mampet. Bener bener mampet.
Yang awalnya disebut sungai sekarang layak disebut kubangan. Ini serius.
Bahkan ada sampan di depan rumah,mungkin kendaraan darat sudah tidak nyaman digunakan di tempat ini
Halaman rumah bukan kebun, tapi lautan air rob.
Yakin ada ikannya?
Memasuki
wilayah daerah SD timbulsloko, rumah penduduk sudah dikelilingi rob. Bahkan aku
bilang ke Meita temen perjalanan kali ini “Met, ini bukan kota mati kan?”. Mungkin
ini akan kalian anggap pertanyaan alay. Tapi untuk aku yang asli Jogja dan
disana tidak ada hal seperti ini. Aku anggap ini hal terburuk yang pernah aku
liat. Mungkin aku salah, aku sadar aku sudah banyak pergi keluar membaca
lingkungan secara langsung... Tapi aku tolol, yang aku baca hanya indahnya
alam.. ini kali pertama aku membaca keprihatinan alam di utara pulau jawa.
Lupakan
sejenak ke alayan di atas. Aku mulai memasuki kelas 4 SD timbulsloko. Ini bukan
Sekolah Dasar yang aku bayangkan. Hari ini cukup singkat, kami hanya diberi
waktu satu jam di kelas. Kami ajarkan cara menggosok gigi, cara cuci tangan,
dan pengenalan DBD. Ini akan menjadi hal sepele bagi SD pada umumnya, tapi ini
perlu ditekankan untuk masyarakat berlingkungan seperti ini.
Setelah mengajar kemudian
teman teman yang lain pulang, aku dan
Meita masih menelusuri dan mencari sisi indah dari wilayah ini. Kita pergi
menuju pantai..
Tepi pantai, kalau pasang terbesar katanya hanya sampai meluap ke batas sampan itu. Katanyaaa....
Cepat tumbuh nak, kamu harapan kami
Ditepi
pantai ada anak laki laki berseragam SD berjualan tempura, saya kira dia tak
layak menjadi anak SD lagi. Saya jajann bentarr, sekalian ngepoin nih anak
masalah rob ini. Inti dari pembicaraan ternyata tidak seperti yang saya
bayangkan. Jadi anak tadi bercerita bahwa air rob tidak akan sampai penuh dan
menenggelamkan (intinya), akan ada pasang terbesar di daerah itu di sekitar
bulan ke sembilan, ternyata walaupun disana saya anggap kota mati ternyata
tidak ada warga yang mengungsi.. hanya adaptasi “meninggikan” rumah untuk
mengatasi tenggelamnya rumah, jika surut... bakal ada pasir pantai luass.. bisa
untuk main bola katanya. Ntah, saya masih ragu dengan pernyataan anak tadi.
Setelah
jajan di tempat tadi aku sama Meita nongkrong di tepian pantai selagi melihat
nelayan hilir mudik melewati pepohonan mangrove. Disana aku merasa cita citaku
harus aku wujudkan. Aku bercita-cita menjadi Ketua BMKG, silahkan anda ketawa
untuk ini. Saya suka mempelajari cuaca, saya suka melihat alam dan kejadian
apapun didalamnya. Saya ingin kelak saya kembali di tempat ini sudah tidak ada
rob yang mengganggu kehidupan, entah apa yang akan saya lakukan kelak saya
ingin membuat perubahan. Saya akan menjadi orang yang dinantikan ide dan
tenaganya untuk alam, untuk kehidupan dan untuk keberlangsungan ekosistem.
Doakan saya. Aamiin.
Perjalanan selanjutnya kami
menuju Pantai Tirang, ini bukan daerah demak. Pantai Tirang berada di sekitar
Bandara Ahmad Yani, Semarang. Disana menikmati sunset sambil berlarian di atas
pasir hitam. Di Jogja saya bosan dengan pasir hitam, tapi disini saya puas dan
bersyukur ketika masih ada pasir di pantai.
Kita
mampir sholat ashar di sebuah warung yang ada di pinggir pantai, tak jauh dari
pasir hitam yang menyenangkan. Kala itu aku melihat bapak bapak membawa jaring,
tak ada ikan disana. Terjadilah obrolan timbul antara penjual dan nelayan tadi.
“Kok di jupuk ora ono iwak e po mas?”
“ Iyo ki jan ra etuk iwak blas, rob e jilik “
“ nah kan tenan rob cilik “
Jadi pembicaraan di atas menjelaskan bahwa nelayan tadi
tidak dapat ikan karena rob pantai utara lagi kecil. Mereka rugi.
Aku diam.
Aku diam. Benar benar diam dan berfikir. Pagi tadi aku
mendapati rob yang besar, sampai rumah warga terendam. Sore ini aku mendapati
rob yang kecil, sampai nelayan merugi. Disini hukum alam terjadi. Ada untung
ada rugi. Aku ingin mempelajari ini semua. Memahami alam dan mempermainakan
siklusnya tanpa mengganggunya. Terimakasih atas pembelajaran dan penyemangat di
hari ini. Aku hanya berdoa siklus untung-rugi akan tetap adil. Terimakasih
Komentar
Posting Komentar